Minggu, 19 Januari 2014

www.youtube.com/watch?v=jMVm0rWoF-4

PELATIHAN 16 FEBRUARI 2014



Komunitas Pecinta Tanaman Jahe Vertikultur
Bertanam Jahe dalam Polybag

TANAMAN  jahe merupakan salah satu tanaman rempah-rempah yang diperdagangkan dunia. Diekspor dalam bentuk jahe segar, kering dan segar olahan serta minyak atsiri. Berkembangnya perusahaan jamu dalam negeri membuat sekelompok masyarakat penghoby tanaman jahe membentuk komunitas.
Melihat kebutuhan jahe di pasaran dalam negeri maupun luar negeri belum tercukupi, maka Senin 8 April 2013, terbentuklah komunitas masyarakat penggemar jahe vertikultur dengan nama Kelompok Tani Jahe Organik (KT JO) di Desa/Kecamatan Larangan, Brebes. Jumlah anggota kelompok ini pertama kali hanya 19 orang, namun sekarang berkembang hingga 80 orang. 
“Mereka menanam jahe berbeda-beda jenis. Ada jahe merah, jahe emprit dan jahe gajah. Untuk sementara bibit kita disuplai, di antaranya dari Balitro,” kata ketua kelompok, Kuswandi.
Vertikultur diambil dari istilah verticulture dalam bahasa lnggris yang artinya sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat. Teknik Vertikultur merupakan cara bertanam yang dilakukan dengan menempatkan media tanam dalam wadah-wadah yang disusun secara vertical, atau dapat dikatakan bahwa vertikultur merupakan upaya pemanfaatan ruang ke arah vertical.
Dengan demikian penanaman dengan system vertikultur dapat dijadikan alternative bagi masyarakat yang tinggal di kota maupun di desa  yang memiliki lahan sempit atau bahkan tidak ada lahan yang tersisa untuk budidaya tanaman.
Cara bercocok tanam secara vertikultur ini sebenarnya sama saja dengan bercocok tanam di kebun atau di sawah. Perbedaannya terletak pada lahan yang digunakan. Misalnya, lahan 1 meter mungkin hanya bisa untuk menanam 5 batang tanaman. Dengan sistem vertikal bisa untuk 20 batang tanaman.
Yang menarik, KTJO tidak menggunakan pola tanam tradisional yaitu tanam pada saat musim hujan dan panen saat musim kemarau. Untuk meningkatkan produktifitas, pola yang dilakukan dengan cara vertikultur intensif menggunakan media tanam organik berbungkus karung plastik. Dengan cara tersebut produksi panen bisa meningkat hingga 30 persen untuk jahe kwalitas 1 dan 3. Sementara untuk jahe kwalitas 2  peningkatannya bisa mencapai 50 persen.
“Semua sarana tanam, media, bibit disediakan dan diproduksi oleh kelompok. Yang fantastis, dengan penyemaian 200 gram bibit per polybag mampu menghasilkan 10 kilogram jahe setelah masa tanam 12 bulan,” ujar Kuswandi.
Kuswandi menjelaskan beberapa alasan penerapan vertikultur. Di antaranya memanfaatkan lahan sempit yang tidak produktif menjadi lahan sempit yang produktif . Selain itu, aplikasi vertikultur dapat menghemat pengeluaran ekonomi keluarga. Yakni dengan memiliki tanaman sayuran sendiri dan menambah nilai estetika lahan pekarangan.
“Saat ini kami telah memilki 27.600 polybag. Perkiraan panen perbulan 3.000 polybag setara 30 ton,” katanya.
Pupuk yang digunakan dalam budidaya jahe vertikulter kelompok ini adalah pupuk organik. Misalnya pupuk kompos, pupuk kandang atau pupuk bokashi yang menggunakan teknologi mikroorganisme 4 (EM4) atau simbal.
Untuk menjaga kualitas jahe, JO bersama Asosiasi Petani dan Produsen Jahe (APPJI) melakukan pelatihan rutin. Biasanya pelatihan dilakukan setiap bulan di minggu ketiga. Selain itu karena animo masyarakat yang berminat  budidaya jahe vertkulutur cukup tinggi. Tidak sedikit peserta pelatihan berasal dari luar daerah.
“Setiap bulan kami biasanya menggelar pelatihan di minggu ketiga.” kata Ir Suranto, pembimbing tekhnis budidaya jahe vertikulture JO.
Suranto mengaku, tekhnologi vertikultur dikembangkan di Brebes. Sehingga banyak masyarakat luar Brebes atau Jawa Tengah berdatangan untuk belajar teknologi disini. Selain itu, media pelatihan juga tergolong lengkap.
Peserta selain diberikan informasi budidaya jahe vertikultur juga berkunjung langsung ke kebun jahe, dibekali satu paket sarana produksi. Berupa bibit jahe, bokasi, molase, EM4, Pupuk, ZPT dan Sirup Jahe. Mereka selanjutnya dilatih bagaimana cara pemotongan bibit yang baik, persemaian bibit, membuat bokasi, membuat arang sekam dan dilatih cara pembiakan EM4.
“Setiap pelatihan pasti ada teknologi terbarukan. Karena itu ditemukan dari pengalaman petani yang menanam jahe dan penelitian,” kata Suranto.

Bagi yang berminat mengikuti pelatihan dapat menghubungi Mobinta Kusuma (0856.4025.1605). Pelatihan diadakan setiap bulan pada hari minggu di pekan ketiga. 



Caption (Jahe) : Budidaya Jahe Organik di atas Polybag (Dok/Istimewa)
Caption (Pelatihan) :  Anggota dilatih tekhnik budidaya jahe vertikulutur untuk meningkatkan kemampuan. Satelitpost/Kuntoro Tayubi
Caption (Pembibitan): pemilihan bibit merupakan langkah yang paling penting sebelum memahami teknik budidaya. Satelitpost/Kuntoro Tayubi
Caption (kunjungan): Tim dari Balitro saat kunjungi kelompok tani Jahe Organik. Satelitpost/Kuntoro Tayubi
 


Minggu, 06 Oktober 2013

NEWS..!!! PELATIHAN 27 Oktober 2013

BUDIDAYA JAHE VERTIKULTUR

                                                   PENDAHULUAN
Jahe (Zingiber officianale Rosc) adalah tanaman herba tahunan yang bernilai ekonomi tinggi. Tanaman ini umumnya dipanen pada kisaran umur 8 – 12 bulan, tergantung keperluan. Kalau untuk konsumsi segar, misalnya untuk bumbu masak, jahe dipanen pada umu 8 bulan. Kalau untuk keperluan bibit dipanen umur 10 bulan atau lebih. Namun apabila untuk keperluan asinan jahe dan jahe awet, tanaman jahe dipanen pada umur 3 – 4 bulan. Jahe juga diperlukan untuk bahan baku obat tradisional dan fitofarmaka.
Permintaan besar di dalam negeri untuk keperluan berbagai industri belum bisa dipenuhi, sehingga Indonesia masih mendatangkan jahe dari China. Permintaan pasar akan ekspor jahe cukup banyak, di antaranya, Indonesia belum dapat memenuhi permintaan jahe Negara Belanda sebanyak 40 ton setiap bulan.
Melihat keuntungan usahanya yag tinggi dan prospek pasar yang baik, jahe layak diusahakan/dibudidayakan secara intensif. Agar budidaya jahe berhasil dengan baik diperlukan bahan tanaman dengan jaminan produks dan mutu yang baik serta dengan cara menerapkan teknik budidaya anjuran.
Buku informasi tentangf teknologi budidaya jehe ini dapat dimanfaatkan masyarakat luas, khususnya peserta pelatihan budidaya jahe anggota APPJI Cabang Brebes.

                                                   SYARAT TUMBUH
Lingkungan tumbuh tanaman jahe mempengaruhi produktifitas dan mutu rimpang/umbi, karena pembentukan rimpang ditentukan terutama oleh kandungan air, oksigen tanah dan intensitas cahaya. Tipe iklim (curah hujan), tinggi tempat dan jenis tanah merupakan faktor -  faktor yang perlu dalam memilih tempat yang cocok untuk menanam jahe.
Pembentukan rimpang akan terhambat pada tanah dengan kadar liat tinggi dan drainase (pengairan) kurang baik, demikian juga pada intensitas cahaya rendah dan curah hujan rendah. Peranan air dalam perkembangan umbi/rimpang sangat besar, sehingga apabila kekurangan air akan sangat menghambat perkembangan umbi.
Tanaman jahe akan tumbuh dengan baik pada daerah dengan tingkat curah hujab antara 2500- 4000 mm/tahun dengan 7 – 9 bulan basah, dan pH tanah 6,8 – 7,4. Pada lahan dengan pH rendah bisa juga untuk menanam jahe, namun perlu diberikan kapur pertanian (kaptan) 1 – 3 ton/ha atau dolomite 0,5 – 2 ton/ha.
Tanaman jahe dapat dibudidayakan pada daerah yang memiliki ketinggian 0 – 1500 m dpl (di atas permukaan laut), namun ketinggian optimum (terbaik) 300 – 900 m dpl. Di dataran rendah (<300 m dpl), tanaman peka terhadap serangan penyakit, terutama layu bakteri. Sedang di dataran tinggi di atas 1000 m dpl pertumbuhan rimpang akan terhambat/kurang terbentuk.
Informasi lengkap tentang syarat tempat untuk budidaya jahe disajikan pada table 1.
                                       Table 1. kesesuaian iklim dan tanah untuk tanaman jahe
Karakteristik
Kriteria
Jenis tanah
Latosol, Andosol, Assosiasi Regosol – Andosol
Tipe iklim
A, B, C (Schimidt dan Ferguson)
Jumlah curah hujan
2.500 – 4.000 mm/tahun
Ketinggian tempat
300 – 900 m dpl
Jumlah bulan basah/tahun
7 – 9 bulan
Suhu udara
2 - 30° C
Tingkat naungan
0 – 30%
Tekstur
Lempund, Lempung liat berpasir
Drainase
Baik

                                                   TEKNOLOGI BUDIDAYA
Bahan Tanaman
Berdasarkan bentuk, warna dan aroma serta komposisi kimianya tiga jenis jahe, yaitu jahe putih besar (gajah), jahe putih kecil (emprit) dan jahe merah.
Jahe putih besar mempunyai rimpang besar berbuku, berwarna putih kekuningan dengan diameter 8 – 8,5 cm, aroma kurang tajam, tinggi dan panjang rimpang 6 – 11,3 cm dan 15 – 32 cm. Warna daun hijau muda, batang hijau muda dengan kadar minyak atsiri 0,8 – 2,8%.
Jahe putih kecil (jahe emprit) mempunyai rimpang kecil berlapis – lapis, aroma tajam, berwarna putih kekuningan dengan diameter 3 – 4 cm, tinggi dan panjang rimpang 6 – 11 cm dengan 6 – 32 cm. Warna daun hijau muda, batang hijau muda dengan kadar minyak atsiri 1,5 – 3,5%.
Jahe merang mempunyai rimpang kecil berlapis – lapis, aroma sangat tajam, berwarna jingga muda sampai merah dengan diameter 4 – 4,5 cm, tinggi dan panjang rimpang 5 – 11 cm dan 12 – 13 cm. Warna daun hijau mudam, batang hijau kemerahan dengan kadar minyak atsiri 2,8 – 3,9%.
Jenis tanaman jahe yang hendak dibudayakan sebaiknya dipilih dari varietas unggul yang mempunyai potensi produksi tinggi. Diantaranya varietas unggul jahe putih besar (gajah) dengan potensi produksi emncapai 37 ton/ha, yaitu varietas Cimanggu–1.
       
Persiapan Lahan
Pada system media yang dikembangkan oleh APPJI Cabang Brebes ini dengan menggunakan polibag. Polibag yang dimaksud yaitu menggunakan bekas karung pupuk atau bekas karung gula pasir dengan ukuran ± 60 x 70 cm. polybag ini diberi lubang pada sisi samping untuk mengindari genangan di dalam polibag yang dapat mengakibatkan busuknya perakaran yang berujung pada matinya tanaman.
Polibag yang dipersiapkan ini diisi media yang terdiri dari campuran tanah “ladon” 50% + pupuk kandang 50%, tinggi/tebal media 10 cm – 15 cm, poliback ini disusun dalam baris 3 – 4 jejer kesamping dan memanjang sesuai dengan kondisi lahan. Setelah polibag disusun seperti gambar di atas kemudian dibasahi/disiram larutan EM4 yang sudah diencerkan.

Model formula media:
1.    PK 100%
2.    PK 50% + ladon 50%
3.    PK 30% + Bokasi 30% + Ladon 30%

A.    Persiapan Tanam
Budidaya jahe dengan system verticulture tidak sama dengan cara tradisional, pada cara tradisional tanam jahe langsung di tanah dengan dibuat bedeng/gundukan, sedangkan cara verticultur yaitu tanam jahe dengan menggunakan polybag. Polybag ini bisa menggunakan karung pupuk, karung bekas gula pasir dll.
Karung bekas atau polybag ini diisi campuran tanah, pupuk kandang yang sudah jadi dan bokasi dengan perbandingan 4:3:3. Campuran yang yang homogen 3 bahan tersebut disebut sebagai media tanam jadi. Selanjutnya karung/polybag ini diisi media ± 15 cm disusun berbaris/berbaris.Antara barisan diberi jarak dengan maksud sebagai jalan untuk pemeliharaan.

B.    Tanam
Bibit jahe yang sudah dipersiapkan dalam persemaian ± 10 hari dengan panjang tunas 2 – 3 cm dan sudah tumbuh akar, kemudian ditanam ke dalam polybag, setiap polybag 6 – 8 tunas dengan posisi/arah tunas saling membelakangi atau posisi tunas ke luar.                                 
Bibit ini ditaruh dibagian tengah polybag kemudian dilubang ± 5 cm, urugan ini komposisinya sama dengan komposisi media awal. Setelah diurug disiram air secukupnya, air yang dipakai untuk menyiram ini adalah air yang sudah dicampur dengan EM4. Penyiraman satu hari satu kali sampai jahe tumbuh diatas permukaan tanah. Kebutuhan air menyesuaikan kondisi musim.

C.    Pemeliharaan
Umur tanaman jahe sejak anam sampai panen ± 10 bulan, dalam waktu 10 bulan tersebut perlu perhatian juga perlakuan sesuai dengan keadaan tanaman adapun perlakuan selama perumbuhan tersebut yaitu:
1.    Pemberian air (penyiraman) disiram setiap hari sampai 1 bulan sesudah itu cukup 2 hari satu kali.
2.    Pemberian naungan tanaman jahe mempunyai sifat spesifik respon terhadap sinar matahari, tanaman jahe hanya membutuhkan sinar matahari 30-40% untuk itu perlu pemasangan paranet diatas polybag, sedangkan untuk lokasi yang sudah ternaungi di bawah pohon akan lebih bagus dan lebih hemat biaya.
3.    Pemupukan, setelah tanaman umur satu bulan, diberi urugan setebal 5-7 cm bahan urug ini sama dengan media awal jadi urugan ini sama dengan pemupukan.
4.    Hama dan penyakit tanaman, kalau ditanam di dekat lokasi pemukiman hama yang mungkin ada adalah ayam, ayam makan daun – daun muda dan pupus atau pucuk tanaman. Cara mengatasinya dapat menggunakan rajeg bambu atau pemasangan jarring senar keliling. Sedangkan penyakit tanaman jahe yang sering dijumpai adalah penyakit layu bakteri, dengan tanda – tanda daun layu warna kuning dalam satu polybag tanpa diikuti gejala klorosis, pangkal batang berwarna coklat dan membusuk. Cara mengatasi: secara preventif yaitu tanaman/polybag diangkat dan dipisahkan dari tanaman lainnya. Untuk menghindari penularan. Secara kuratif: tanaman yang sudah dipisahkan tadi disemprot dengan Dithane M45 atau pestisida lainnya.

Selasa, 02 Juli 2013

BERKENALAN DENGAN TEKNIK VERTIKULTUR

Cara bercocok tanam secara vertikultur ini sebenarnya sama saja denganbercocok tanam di kebun atau di sawah. Perbedaannya terletak pada lahan yangdigunakan. Misalnya, lahan 1 meter mungkin hanya bisa untuk menanam 5 batangtanaman. Dengan sistem vertikal bisa untuk 20 batang tanaman(http://graceporun.blogspot.com., 2008)
Definisi
Teknik Vertikultur merupakan cara bertanam yang dilakukan dengan menempatkan media tanam dalam wadah-wadah yang disusun secara vertical, atau dapat dikatakan bahwa vertikultur merupakan upaya pemanfaatan ruang ke arah vertical. Dengan demikian penanaman dengan system vertikultur dapat dijadikan alternative bagi masyarakat yang tinggal di kota maupun di desa  yang memiliki lahan sempit atau bahkan tidak ada lahan yang tersisa untuk budidaya tanaman.
Vertikultur diambil dari istilah verticulture dalam bahasa lnggris (vertical dan culture) artinya sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat. Cara bercocok tanam secara vertikultur ini sebenarnya sama saja dengan bercocok tanam di kebun atau di sawah. Perbedaannya terletak pada lahan yang digunakan. Misalnya, lahan 1 meter mungkin hanya bisa untuk menanam 5 batang tanaman. Dengan sistem vertikal bisa untuk 20 batang tanaman.
Banyak sedikitnya tanaman yang akan kita budidayakan bergantung pada model wadah yang kita gunakan.
Alasan Penerapan Vertikultur
Beberapa alasan penerapan vertikultur, yaitu :Memanfaatkan lahan sempit yang tidak produktif menjadi lahan sempit yang produktif dengan aplikasi vertikultur,menghemat pengeluaran dengan cara memiliki tanaman sayuran sendiri, menambah nilai estetika lahan pekarangan (http://graceporun.blogspot.com., 2008)

Alasan dilakukannya sistem pertanian vertikultur:
1.      Efisiensi dalam penggunaan lahan
2.      Penghematan pemakaian pupuk dan pestisida
3.      Dapat dipindahkan dengan mudah karena tanaman diletakkan dalam wadah tertentu.
4.      Mudah dalam hal monitoring/ pemeliharaan tanaman.
Beberapa rancangan wadah media yang umum digunakan adalah :
*     Kolom wadah media disusun secara vertical. Setiap wadah disusun dalam posisi tegak/berdiri dan diberi lubang pada permukaannya sebagai tempat terbuka atau sebagai lubang tanam.
*     Kolom wadah media disusun secara horizontal. Setiap wadah dibuat dalam bentuk kolom secara mendatar (pot, polybag, kresek) yang kemudian disusun dalam rak-rak kea rah vertikal
*     Wadah media gantung. Wadah media disusun saling berhubungan lalu digantung, sehingga menyerupai pot-pot gantung.

Jenis dan Tanaman Yang Sesuai Vertikultur
Pemberian pupuk dilakukan sesuai dengan jenis dan kondisi tanamannya. Intinya, monitoring tanaman diperlukan untuk mencegah kerusakan tanaman akibat hama dan penyakit tanaman. Sebaiknya pupuk yang digunakan adalah pupuk organik misalnya pupuk kompos, pupuk kandang atau pupuk bokashi yang menggunakan teknologi mikroorganisme 4 (EM4) atau simbal. Pupuk bokashi adalah hasil fermentasi bahan organik (jerami, sampah organik, pupuk kandang, dan lain-lain) dengan teknologi EM yang dapat digunakan sebagai pupuk organik untuk menyuburkan tanah dan meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Bokasi  dapat dibuat dalam beberapa hari dan bisa langsung digunakan sebagai pupuk. Pupuk Bokashi sangat benguna sebagai sumber pupuk organik yang siap pakai dalam waktu singkat. Bahan-bahannya juga mudah didapat dan sekaligus baik untuk kebersihan lingkungan karena memanfaatkan limbah pertanian atau limbah rumah tangga, seperti jerami, pupuk kandang, rumput, pupuk hijau, sekam, dan serbuk gergaji(http://www.lintasberita.com., 2010). Pada daerah pedesaan, biasanya sampah atau kotoran hewan dimasukkan kesebuah lubang. Kalau lubangnya sudah penuh, sampah dibakar dan sebagai pupuk. Dengan catatan, pupuk buatan kotoran hewan yang akan digunakan hendaknya sudah tidak berbau busuk (http://yuan.blog.uns.ac.id., 2010). Selain menggunakan pupuk organik dapat juga menggunakan pupuk anorganik yang sesuai dengan Standard hara yang dikandung oleh pupuk, seperti pupuk NPK, KCl, TSP dan pupuk-pupuk lainnya (Lakitan, 1995)

Kelebihan dan kelemahan tehnik vertikulture
Kelebihan sistem pertanian vertikultur:
1.      Efisiensi dalam penggunaan lahan
2.      Penghematan pemakaian pupuk dan pestisida
3.      Dapat dipindahkan dengan mudah karena tanaman diletakkan dalam wadah tertentu
4.      Mudah dalam hal monitoring/pemeliharaan tanaman.

Kelemahan tehnik vertikulture:
1.      Investasi awal cukup tinggi
2.      Sistem penyiraman harus kontinyu serta memerlukan beberapa peralatan tambahan, misalnya tangga sebagai alat bantu penyiraman, dll.


Sabtu, 08 Juni 2013

PUPUK ORGANIK DAN ANORGANIK

Pupuk adalah semua bahan yang ditambahkan kepada tanah dengan tujuan memperbaiki sifat fisis, sifat kimia, dan sifat biologi tanah. Sifat fisis tanah berkaitan erat dengan tingkat kegemburan tanah, porositas dan daya serap. Sifat kimia berkaitan dengan pH (tingkat keasaman) dan ketersediaan unsur hara. Sedangkan sifat biologi berkaitan dengan mikroorganisme yang hidup di dalam tanah.

A. Pupuk Organik (Pupuk Alam)
Jenis-jenis pupuk organik adalah sebagai berikut:
  1. Pupuk hijau. Pupuk hijau didapatkan dari tumbuhan muda, terutama dari jenis polong-polongan (leguminose), yang dibenamkan di lahan pertanian.
  2. Pupuk kandang. Pupuk kandang diperoleh dari kotoran hewan ternak, misalnya sapi, ayam, kambing, dan lain-lain.
  3. Kompos. Pupuk kompos diperoleh dari bahan organik limbah pertanian, misalnya jerami, batang jagung, atau sampah yang dibusukkan bersama pupuk kandang. Pupuk kompos lebih banyak digunakan untuk menyuburkan tanaman-tanaman pot atau holtikultura.
Pupuk alam dapat memperbaiki sifat-sifat fisis tanah, yaitu: struktur, tata udara, daya resap air, dan daya tahan terhadap erosi. Selain itu, pupuk alam juga membentuk humus (bunga tanah) sehingga berperan juga dalam memperbaiki sifat biologi. Selanjutnya, peruraian dari humus akan menambah ketersediaan unsur-unsur hara.

B. Pupuk Anorganik (Pupuk Buatan)
Jenis-jenis pupuk anorganik meliputi pupuk nitrogen, pupuk kalium, pupuk fosfor, pupuk, majemuk, dan pupuk daun.

Pupuk Nitrogen.
Contoh pupuk nitrogen antara lain:
  1. Urea atau CO(NH2)2 yang memiliki kadar Nitrogen 45-46%,
  2. ZA (Zwavelvuur Amonium) atau (NH4)2SO4 yang memiliki kadar Nitrogen 20,5-21%,
  3. Sendawa Chili atau NaNO3 yang memiliki kadar nitrogen 15%, dan
  4. Amonium Nitrat atau NH4NO3 yang memiliki kadar nitrogen sebesar 35%.
Jenis pupuk nitrogen yang paling banyak dipakai adalah ZA dan Urea.

Pupuk Fosforus.
Contoh pupuk fosforus adalah:
  1. Superfosfat tunggal (ES= Engkel Superfosfat) yang memiliki kadar P2O5 sebesar 5%,
  2. Superfosfat rangkap (DS= Double Superfosfat) yang memiliki kadar P2O5 sebesar 30%,
  3. Superfosfat Triple (TS= Triple Superfosfat) dengan kadar P2O5 sebesar 45%.
Dari ketiga jenis pupuk fosfor di atas, yang paling banyak digunakan oleh masyarakat adalah jenis TS.

Pupuk Kalium.
Contoh pupuk kalium adalah:
  1. Kalium Klorida atau KCl yang memiliki kadar K2O sebesar 50%, dan
  2. Kalium Sulfat (ZK= Zwavelvuur Kali) dengan kadar K2O sebesar 50%.
Pupuk Majemuk.
Pupuk Nitrogen, Pupuk Phosphor, dan Pupuk Kalium adalah jenis pupuk tunggal. Ketiganya disebut sebagai pupuk tunggal karena hanya mengandung satu jenis unsur hara primer. Sedangkan pupuk majemuk mengandung lebih dari satu jenis unsur hara primer.
Contoh pupuk majemuk adalah:
  1. Pupuk NPK yang mengandung amonium nitrat (NH4NO3),
  2. Amonium dihidrogen fosfat (NH4H2PO4) dan Kalium Klorida (KCl).
Kadar masing-masing unsur dinyatakan dengan suatu angka. Contoh: Pupuk NPK 10-15-20, berarti mengandung 10% nitrogen (sebagai N), 15% fosfor (sebagai P2O5), dan 20% Kalium (sebagai K2O).
Setiap jenis tanaman memerlukan N, P dan K dengan perbandingan tertentu. Oleh karena itu, penggunaan pupuk majemuk disesuaikan dengan jenis tanaman yang akan dipupuk.

Pupuk Daun.
Pupuk daun diberikan kepada tanaman dengan cara disemprotkan pada daun sehingga terserap secara osmosis ataupun difusi melalui stomata (mulut daun). Pupuk daun biasanya mengandung unsur hara, namun terkadang mengandung vitamin, hormon dan zat tumbuh.
Contoh pupuk daun:
  1. Wuxal dengan kandungan 9% N, 9% P2O5, 7% K2O, Fe, Mn, B, Zn, Mo, vitamin dan hormon tumbuh.
  2. Contoh pupuk daun yang kedua adalah Baypolan yang mengandung 11% N, 10% P2O5, 6%K2O, Fe, Mn, Cu, Zn, dan Mo

Oleh:
Ketua Kelompok Tani Jahe Organik
Sekretariat:
Jl. Makam Kali Ancol No. 1 Ds. Larangan Kec. Larangan Kab. Brebes
Jawa Tengah Indonesia 52262
Telp. (0283) 6183722
HP : 081327331338, 087730142900, 085642794282