Terbentuknya organisasi ini adalah untuk mewadahi para petani jahe dengan teknik vertikultur. Tujuan utamanya adalah membentuk koloni petani jahe agar bisa bergabung menyuplai ke konsumen-konsumen Jahe (jahe emprit, jahe gajah, dan jahe merah). Sasaran pertama konsumen kami adalah perusahaan yg bergerak dibidang farmasi, jamu, herbal terstandard, fitofarmaka, dan minyak atsiri. Telp. (0283) 6183722 HP. 085642794282
Minggu, 19 Januari 2014
PELATIHAN 16 FEBRUARI 2014
Komunitas Pecinta Tanaman Jahe Vertikultur
Bertanam Jahe dalam Polybag
TANAMAN
jahe merupakan salah satu tanaman rempah-rempah yang diperdagangkan dunia.
Diekspor dalam bentuk jahe segar, kering dan segar olahan serta minyak atsiri.
Berkembangnya perusahaan jamu dalam negeri membuat sekelompok masyarakat
penghoby tanaman jahe membentuk komunitas.
Melihat kebutuhan jahe di pasaran dalam negeri maupun luar negeri belum
tercukupi, maka Senin 8 April 2013, terbentuklah komunitas masyarakat penggemar
jahe vertikultur dengan nama Kelompok Tani Jahe Organik (KT JO) di
Desa/Kecamatan Larangan, Brebes. Jumlah anggota kelompok ini pertama kali hanya
19 orang, namun sekarang berkembang hingga 80 orang.
“Mereka menanam jahe berbeda-beda jenis. Ada jahe merah, jahe emprit
dan jahe gajah. Untuk sementara bibit kita disuplai, di antaranya dari
Balitro,” kata ketua kelompok, Kuswandi.
Vertikultur diambil dari istilah verticulture dalam bahasa
lnggris yang artinya sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal
atau bertingkat. Teknik Vertikultur merupakan cara bertanam yang dilakukan
dengan menempatkan media tanam dalam wadah-wadah yang disusun secara vertical,
atau dapat dikatakan bahwa vertikultur merupakan upaya pemanfaatan ruang ke
arah vertical.
Dengan demikian penanaman dengan system vertikultur dapat dijadikan
alternative bagi masyarakat yang tinggal di kota maupun di desa yang
memiliki lahan sempit atau bahkan tidak ada lahan yang tersisa untuk budidaya
tanaman.
Cara bercocok tanam secara vertikultur ini sebenarnya sama saja dengan
bercocok tanam di kebun atau di sawah. Perbedaannya terletak pada lahan yang
digunakan. Misalnya, lahan 1 meter mungkin hanya bisa untuk menanam 5 batang
tanaman. Dengan sistem vertikal bisa untuk 20 batang tanaman.
Yang menarik, KTJO tidak menggunakan pola tanam tradisional yaitu tanam
pada saat musim hujan dan panen saat musim kemarau. Untuk meningkatkan
produktifitas, pola yang dilakukan dengan cara vertikultur intensif menggunakan
media tanam organik berbungkus karung plastik. Dengan cara tersebut produksi
panen bisa meningkat hingga 30 persen untuk jahe kwalitas 1 dan 3. Sementara
untuk jahe kwalitas 2 peningkatannya bisa mencapai 50 persen.
“Semua sarana tanam, media, bibit disediakan dan diproduksi oleh
kelompok. Yang fantastis, dengan penyemaian 200 gram bibit per polybag mampu
menghasilkan 10 kilogram jahe setelah masa tanam 12 bulan,” ujar Kuswandi.
Kuswandi menjelaskan beberapa alasan penerapan
vertikultur. Di antaranya memanfaatkan lahan sempit yang tidak produktif menjadi lahan sempit yang
produktif . Selain itu, aplikasi vertikultur dapat menghemat pengeluaran ekonomi keluarga. Yakni dengan memiliki tanaman
sayuran sendiri dan menambah nilai estetika lahan pekarangan.
“Saat ini kami telah memilki 27.600 polybag. Perkiraan panen perbulan
3.000 polybag setara 30 ton,” katanya.
Pupuk yang digunakan dalam budidaya jahe vertikulter kelompok ini
adalah pupuk organik. Misalnya pupuk
kompos, pupuk kandang atau pupuk bokashi yang menggunakan teknologi
mikroorganisme 4 (EM4) atau simbal.
Untuk menjaga kualitas jahe, JO bersama Asosiasi Petani dan Produsen
Jahe (APPJI) melakukan pelatihan rutin. Biasanya pelatihan dilakukan setiap
bulan di minggu ketiga. Selain itu karena animo masyarakat yang berminat
budidaya jahe vertkulutur cukup tinggi. Tidak sedikit peserta pelatihan berasal
dari luar daerah.
“Setiap bulan kami biasanya menggelar pelatihan di minggu ketiga.” kata
Ir Suranto, pembimbing tekhnis budidaya jahe vertikulture JO.
Suranto mengaku, tekhnologi vertikultur dikembangkan di Brebes.
Sehingga banyak masyarakat luar Brebes atau Jawa Tengah berdatangan untuk
belajar teknologi disini. Selain itu, media pelatihan juga tergolong lengkap.
Peserta selain diberikan informasi budidaya jahe vertikultur juga
berkunjung langsung ke kebun jahe, dibekali satu paket sarana produksi. Berupa
bibit jahe, bokasi, molase, EM4, Pupuk, ZPT dan Sirup Jahe. Mereka selanjutnya
dilatih bagaimana cara pemotongan bibit yang baik, persemaian bibit, membuat
bokasi, membuat arang sekam dan dilatih cara pembiakan EM4.
“Setiap pelatihan pasti ada teknologi terbarukan. Karena itu ditemukan
dari pengalaman petani yang menanam jahe dan penelitian,” kata Suranto.
Caption (Jahe) : Budidaya Jahe Organik di atas Polybag (Dok/Istimewa)
Caption (Pelatihan) : Anggota dilatih tekhnik budidaya jahe
vertikulutur untuk meningkatkan kemampuan. Satelitpost/Kuntoro Tayubi
Caption (Pembibitan): pemilihan bibit merupakan langkah yang paling
penting sebelum memahami teknik budidaya. Satelitpost/Kuntoro Tayubi
Caption
(kunjungan): Tim dari Balitro saat kunjungi kelompok tani Jahe Organik.
Satelitpost/Kuntoro TayubiRabu, 01 Januari 2014
Langganan:
Postingan (Atom)